news
Pengertian Teori Belajar Behavioristik, Tokoh dan Penerapan Teori Belajar Behavioristik
TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK
TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK |
Pengertian Teori Belajar Behavioristik, Tokoh Teori Belajar Behavioristik dan Contoh Penerapan Teori Belajar Behavioristik. Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan
tingkah laku sebagai akibat adanya interaksi antara stimulus (rangsangan) dan
respon (tanggapan). Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang
dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang
baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap
telah belajar sesuatu jika ia dapat menunjukkan perubahan pada tingkah lakunya.
Menurut teori ini hal yang paling penting
adalah input (masukan) yang berupa stimulus dan output (keluaran) yang berupa
respon. Menurut toeri ini, apa yang tejadi diantara stimulus dan respon
dianggap tidak penting diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat
diukur. Yang dapat diamati hanyalah stimulus dan respon. Oleh sebab itu, apa
saja yang diberikan guru (stimulus) dan apa yang dihasilkan siswa (respon),
semuanya harus dapat diamati dan diukur. Teori ini lebih mengutamakan
pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal yang penting untuk melihat
terjadinya perubahan tungkah laku tersebut. Faktor lain yang juga dianggap
penting adalah faktor penguatan. Penguatan adalah apa saja yang dapat
memperkuat timbulnya respon. Bila penguatan diitambahkan maka respon akan
semakin kuat. Begitu juga bila penguatan dikurangi maka responpun akan
dikuatkan. Jadi, penguatan merupakan suatu bentuk stimulus yang penting
diberikan (ditambahkan) atau dihilangkan (dikurangi) untuk memungkinkan
terjadinya respon.
..
Tokoh-tokoh aliran behavioristik diantaranya:
1. Thorndike
Menurut thorndike, belajar merupakan proses interaksi
antara stimulus dan respon. Dan perubahan tingkah laku merupakan akibat dari
kegiatan belajar yang berwujud konkrit yaitu dapat diamati atau berwujud tidak
konkrit yaitu tidak dapat diamati. Teori ini juga disebut sebagai aliran
koneksionisme (connectinism).
2. Watson
Menurut Watson, belajar merpakan proses interaksi antara
stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus berbentuk
tingkah laku yang dapat diamati dan dapat diukur. Dengan kata lain, meskipun ia
mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses
belajar, namun ia menganggap hal-hal tersebut sebagai faktor yang tak perlu
diperhitungkan. Ia tetap mengakui bahwa perubahan-perubahan mental dalam bentuk
benak siswa itu penting, namun semua itu tidak dapat menjelaskan apakah
seseorang telah belajar atau belum karena tidak dapat diamati.
3. Clark Hull
Clark Hull juga menggunakan variable hubangan antara
stimulus dan respon untuk menjelaskan pengertian tentang belajar. Namun ia
sangat terpengaruh oleh teori evolusi Charles Darwin. Baginya, seperti teori
evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga
kelangsungan hidup manusia. Oleh sebab itu, teori ini mengatakan bahwa
kebutuhan biologis dan pemuasan kebutuhan biologis adalah penting dan menempati
posisi sentral dalam seluruh bagian manusia, sehingga stimulus dalam belajarpun
hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis,walaupun respon yang akan
muncul mungkin dapat bermacam-macam bentuknya.
4. Edwin Guthrie
Demikian juga Edwin, ia juga menggunakan variabel
stimulus dan respon. Namun ia mengemukakan bahwa stimulus tidak harus
berhubungan dengan kebutuhan atau pemuasan biologis sebagaimana Clark Hull. Ia
juga mengemukakan, agar respon yang muncul sifatnya lebih kuat dan bahkan
menetap, maka diperlukan berbagai macam stimulus yang berhubungan dengan respon
tersebut.
5. Skinner
Konsep-konsep yang dikemukakan oleh Skinner
tentang belajar mampu mengungguli konsep-konsep lain yang dikemukakan oleh para
tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana, namun
dapat menunjukkan konsepnya tentang belajar secara lebih komprehensif.
Menurutnya, hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi
dalam lingkungannya, yang kemudian akan menimbulkan perubahan tingkah laku,
tidaklah sesederhana yang digambarkan oleh para tokoh sebelumnya.
Behaviorisme merupakan salah aliran psikologi yang memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu.
Beberapa hukum belajar yang dihasilkan dari
pendekatan behaviorisme ini, diantaranya :
1) Connectionism ( S-R Bond) menurut
Thorndike.
Dari eksperimen yang dilakukan Thorndike
terhadap kucing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya:
1.
Law of Effect; artinya
bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek yang memuaskan, maka hubungan
Stimulus - Respons akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan efek
yang dicapai respons, maka semakin lemah pula hubungan yang terjadi antara
Stimulus- Respons.
2.
Law of Readiness;
artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa kepuasan organisme itu berasal
dari pemdayagunaan satuan pengantar (conduction unit), dimana unit-unit ini
menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat atau tidak
berbuat sesuatu.
3.
Law of Exercise;
artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons akan semakin bertambah
erat, jika sering dilatih dan akan semakin berkurang apabila jarang atau tidak
dilatih.
2. Classical Conditioning menurut Ivan
Pavlov
Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov
terhadap seekor anjing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
1.
Law of Respondent
Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua macam stimulus
dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer),
maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat.
2.
Law of Respondent
Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang sudah
diperkuat melalui Respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa
menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun.
3. Operant Conditioning menurut B.F. Skinner
Dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner
terhadap tikus dan selanjutnya terhadap burung merpati menghasilkan hukum-hukum
belajar, diantaranya :
1.
Law of operant
conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat,
maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.
2.
Law of operant
extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui proses
conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku
tersebut akan menurun bahkan musnah.
Reber (Muhibin Syah, 2003) menyebutkan
bahwa yang dimaksud dengan operant adalah sejumlah perilaku yang membawa efek
yang sama terhadap lingkungan. Respons dalam operant conditioning terjadi tanpa
didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer.
Reinforcer itu sendiri pada dasarnya adalah stimulus yang meningkatkan
kemungkinan timbulnya sejumlah respons tertentu, namun tidak sengaja diadakan
sebagai pasangan stimulus lainnya seperti dalam classical conditioning.
4) Social Learning menurut Albert Bandura
Teori belajar sosial atau disebut juga teori
observational learning adalah sebuah teori belajar yang relatif masih baru
dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya. Berbeda dengan penganut
Behaviorisme lainnya, Bandura memandang Perilaku individu tidak semata-mata
refleks otomatis atas stimulus (S-R Bond), melainkan juga akibat reaksi yang
timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif individu
itu sendiri. Prinsip dasar belajar menurut teori ini, bahwa yang dipelajari
individu terutama dalam belajar sosial dan moral terjadi melalui peniruan
(imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling). Teori ini juga masih
memandang pentingnya conditioning. Melalui pemberian reward dan punishment,
seorang individu akan berfikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang perlu
dilakukan.
Sebetulnya masih banyak tokoh-tokoh lain
yang mengembangkan teori belajar behavioristik ini, seperti : Watson yang
menghasilkan prinsip kekerapan dan prinsip kebaruan, Guthrie dengan teorinya
yang disebut Contiguity Theory yang menghasilkan Metode Ambang (the treshold
method), metode meletihkan (The Fatigue Method) dan Metode rangsangan tak
serasi (The Incompatible Response Method), Miller dan Dollard dengan teori
pengurangan dorongan.
Dari beberapa tokoh teori behavioristik Skinner merupaka
tokoh yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori behavioristik.
Aliran psikologi belajar yang sangat besar mempengaruhi
pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah
aliran behavioristik. Karena aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku
yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan
stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif.
Respon atau perilaku tertentu dapat dibentuk karena dikondisi dengan cara
tertentu dengan menggunakan metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya
perilaku akan semakin kuat bila diberikan faktor-faktor penguat
(reinforcement), dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Teori ini hingga sekarang masih merajai praktik
pembelajaran di Indonesia. Hal ini tampak dengan jelas pada penyelenggaraan
pembelajaran dari tingkat paling dini, seperti Kelompok Belajar, Taman
Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah, bahkan sampai di Perguruan
Tinggi, pembentukan perilaku dengan cara drill (pembiasaan) disertai dengan
reinforcement atau hukuman masih sering dilakukan. Teori ini memandang bahwa
sebagai sesuatu yang ada di dunia nyata telah terstruktur rapi dan teratur,
sehingga siswa atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang
jelas dan ditetapkan lebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin dan
disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih
banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin.
Berdasarkan uraian di atas, Inti dari teori
belajar behavioristik, adalah
1.
Belajar adalah
perubahan tingkah laku.
2.
Seseorang dianggap
telah belajar sesuatu jika ia telah mampu menunjukkan perubahan tingkah laku.
3.
Pentingnya masukan
atau input yang berupa stimulus
dan keluaran yang berupa respon .
4.
sesuatu yang
terjadi diantara stimulus dan
respon tidak dianggap penting sebab tidak bisa diukur dan diamati.
5.
Yang bisa di amati dan
diukur hanya stimulus dan respon.
6.
Penguatan adalah
faktor penting dalam belajar.
7.
Bila penguatan
ditambah maka respon akan semakin kuat , demikian juga jika respon dikurangi
maka respon juga menguat.
Aplikasi teori ini dalam pembelajaran,
bahwa kegiatan belajar ditekankan sebagai aktivitas “mimetic” yang menuntut
siswa untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari. Penyajian
materi pelajaran mengikuti urutan dari bagian-bagian keseluruhan. Pembelajaran
dan evaluasi menekankan pada hasil, dan evaluasi menuntut satu jawaban yang
benar. Jawaban yang benar menunjukkan bahwa siswa telah menyelesaikan tugas
belajarnya.
It's no surprise that this blog is amazing. Thank you for sharing that has helped many teachers and students as well as the general public.
ReplyDelete