Permen LHK Nomor 23 Tahun 2021 Tentang Pelaksanaan Rehabilitasi Hutan Dan Lahan

Permen LHK Nomor 23 Tahun 2021 Tentang Pelaksanaan Rehabilitasi Hutan Dan Lahan
Permen LHK Nomor 23 Tahun 2021 Tentang Pelaksanaan Rehabilitasi Hutan Dan Lahan


Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia atau Permen LHK Nomor 23 Tahun 2021 Tentang Pelaksanaan Rehabilitasi Hutan Dan Lahan, diterbitkan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 29, Pasal 30 ayat (2), dan Pasal 61 Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2020 tentang Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan. Adapun yang dimaksud Rehabilitasi Hutan dan Lahan atau disingkat RHL adalah upaya untuk memulihkan, mempertahankan, dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan guna meningkatkan daya dukung, produktivitas dan peranannya dalam menjaga sistem penyangga kehidupan.

 

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia atau Permen LHK Nomor 23 Tahun 2021 Tentang Pelaksanaan Rehabilitasi Hutan Dan Lahan ini mengatur mengenai: tata cara pelaksanaan RHL; Kegiatan Pendukung RHL; pembinaan dan pengendalian; dan pembiayaan.

 

RHL atau Rehabilitasi Hutan dan Lahan terdiri atas: rehabilitasi hutan dan rehabilitasi lahan. RHL dilaksanakan mengacu pada RTnRHL (Rencana Tahunan Rehabilitasi Hutan dan Lahan) yakni rencana RHL yang disusun pada tahun sebelum kegiatan (T-1) yang bersifat operasional berisi lokasi definitif kegiatan RHL, volume kegiatan, kebutuhan bahan dan upah serta kegiatan pendukung. RTnRHL terdiri atas: RTnRH (Rencana Tahunan Rehabilitasi Hutan); dan RTnRL (Rencana Tahunan Rehabilitasi Lahan).

 

Dalam hal RTnRHL belum tersusun, RHL mengacu pada RURHL-DAS (Rencana Umum Rehabilitasi Hutan dan Lahan Daerah Aliran Sungai). Dalam hal RURHL-DAS belum disusun, pelaksanaan RHL dilakukan berdasarkan: a) hasil telaahan peta yang meliputi: peta Lahan Kritis; peta klasifikasi DAS; peta bertema daerah tangkapan air danau prioritas; peta bertema daerah tangkapan air bangunan infrastruktur; dan/atau peta bertema daerah rawan dan pasca bencana, dan b) hasil pengecekan lapangan.

 

Adapun yang dimaksud DAS atau Daerah Aliran Sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya yang dibatasi oleh pemisah topografi berupa punggung bukit atau gunung yang berfungsi menampung air yang berasal dari curah hujan, menyimpan, dan mengalirkannya ke danau atau laut secara alami.

 

Selanjutnya Peraturan Menteri LHK atau PermenLHK Nomor 23 Tahun 2021 Tentang Pelaksanaan Rehabilitasi Hutan Dan Lahan, menyatakan bahwa Hasil telaahan peta dan hasil pengecekan lapangan dituangkan dalam dokumen rancangan kegiatan. Dokumen rancangan kegiatan paling sedikit memuat: letak dan luas lokasi kegiatan; kondisi sosial, ekonomi, dan budaya; pola pelaksanaan kegiatan; rencana anggaran biaya; dan tata waktu pelaksanaan kegiatan. Tata cara penyusunan RURHL-DAS dan RTnRHL dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

Rehabilitasi Hutan dilakukan pada kawasan: a) Hutan Konservasi, ditujukan untuk pemulihan ekosistem, pembinaan habitat dan peningkatan keanekaragaman hayati; b) Hutan Lindung, ditujukan untuk memulihkan fungsi hidrologis DAS dan meningkatkan produksi HHBK serta jasa lingkungan; dan c) Hutan Produksi, ditujukan untuk meningkatkan produktivitas kawasan Hutan Produksi. Rehabilitasi lahan dilakukan di luar kawasan hutan berupa hutan dan lahan. Pelaksanaan RHL dilakukan juga pada Ekosistem Mangrove dan Ekosistem Gambut. Rehabilitasi hutan pada kawasan Hutan Konservasi dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

Ditegaskan dalam Peraturan Menteri LHK atau PermenLHK Nomor 23 Tahun 2021 Tentang Pelaksanaan Rehabilitasi Hutan Dan Lahan, bahwa rehabilitasi hutan dilaksanakan melalui kegiatan: Reboisasi; dan/atau Penerapan Teknik Konservasi Tanah. Reboisasi dilakukan dengan pola: intensif; dan Agroforestri. Reboisasi dengan pola intensif dilakukan pada kawasan hutan yang tidak terdapat aktivitas pertanian masyarakat. Reboisasi dilakukan dengan memenuhi ketentuan jenis tanaman yang disesuaikan dengan kawasan hutan; dan jumlah tanaman. Jenis tanaman yang digunakan pada: a. Hutan Lindung berupa: 1) tanaman yang mempunyai perakaran dalam; 2) evapotranspirasi rendah; 3) tanaman HHBK yang menghasilkan getah/kulit/buah; dan/atau 4) tanaman kayu-kayuan; b) Hutan Produksi berupa: 1) nilai komersialnya tinggi; 2) teknik silvikulturnya telah dikuasai; 3) mudah dalam pengadaan Benih dan Bibit yang berkualitas; 4) disesuaikan dengan kebutuhan pasar; dan/atau 5) sesuai dengan agroklimat. Jumlah tanaman sebanyak 625 (enam ratus dua puluh lima) batang/hektare sampai dengan 1.100 (seribu seratus) batang/hektare.

 

Pelaksanaan Reboisasi dengan pola Agroforestri dilaksanakan pada kawasan hutan yang terdapat aktivitas pertanian masyarakat. Reboisasi dilakukan dengan memenuhi ketentuan: jenis tanaman yang disesuikan dengan kawasan hutan; dan jumlah tanaman. Jumlah tanaman dengan memenuhi ketentuan: a) tanaman pokok dengan jenis tanaman kayu-kayuan dan/atau pohon HHBK paling sedikit 400 (empat ratus) batang/hektare dan tanaman sela/pagar/sekat bakar paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari tanaman pokok; atau b) dalam hal telah terdapat tanaman sela/pagar/sekat bakar/semusim paling sedikit 500 (lima ratus) batang/hektare, tanaman pokok ditanam paling sedikit 200 (dua ratus) batang/hektare.

 

Selanjutnya Peraturan Menteri LHK atau Permen LHK Nomor 23 Tahun 2021 Tentang Pelaksanaan Rehabilitasi Hutan Dan Lahan, menyatakan bahwa pelaksanaan kegiatan Reboisasi meliputi tahapan: penyusunan rancangan kegiatan; persiapan; penyediaan Bibit; penanaman; dan Pemeliharaan.) Penyusunan rancangan kegiatan Reboisasi didasarkan pada RTnRH. Rancangan kegiatan Reboisasi) disusun dengan tahapan: a) penyiapan bahan; b) analisis dan identifikasi peta; c) identifikasi biofisik; d) identifikasi sosial, ekonomi, dan budaya; e) pemancangan batas luar/batas blok; f) pembagian petak; g) pembuatan peta; dan h) penyusunan naskah rancangan kegiatan.

 

Rancangan kegiatan Reboisasi paling sedikit memuat: a) letak dan luas lokasi penanaman; b) kondisi sosial, ekonomi, dan budaya; c) jumlah dan jenis Bibit; d) pola penanaman; e) rencana anggaran biaya yang memuat kebutuhan biaya bahan, peralatan dan upah; f) tata waktu pelaksanaan kegiatan; dan g) peta lokasi penanaman skala 1:5.000 (satu berbanding lima ribu) sampai dengan 1:10.000 (satu berbanding sepuluh ribu).

 

Rancangan kegiatan Reboisasi disahkan oleh: a) kepala Balai untuk Reboisasi yang dilaksanakan pada Hutan Lindung dan Hutan Produksi; atau b) kepala Dinas Provinsi atau Dinas Kabupaten/Kota untuk Reboisasi yang dilaksanakan pada Tahura sesuai kewenangannya. Tahapan penyusunan rancangan kegiatan Reboisasi tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

 

Penyusunan rancangan kegiatan Reboisasi dilaksanakan oleh tim yang dibentuk oleh: kepala Balai; atau kepala Dinas Provinsi dan/atau Kabupaten/Kota. Keanggotaan tim penyusun rancangan terdiri atas unsur: Balai; pemangku kawasan; Dinas Provinsi; Dinas Kabupaten/Kota; dan/atau perguruan tinggi.

 

Persiapan terdiri atas: penyiapan sarana prasarana; dan penataan areal penanaman. Sarana prasarana dapat berupa: gubuk kerja; papan nama; patok batas; ajir; global positioning system; dan/atau kompas. Penataan areal penanaman dapat berupa: pengecekan batas blok/petak; pembuatan jalan pemeriksaan; pembersihan lahan; pembuatan/ pengadaan patok jalur tanaman; dan/atau pembuatan dan pemasangan ajir.

 

Penyediaan Bibit dilaksanakan melalui: pembuatan Bibit; atau pengadaan Bibit. Pembuatan Bibit dapat dilakukan melalui proses produksi Bibit pada: persemaian permanen; persemaian modern; persemaian yang dibuat melalui program kebun Bibit rakyat dan/atau kebun Bibit desa; dan/atau persemaian yang dibuat oleh masyarakat/badan usaha.

 

Pembuatan Bibit menggunakan Benih yang diutamakan melalui pengada Benih dan pengedar Benih dan/atau Bibit terdaftar. Pembuatan Bibit khusus jenis sengon, jati, mahoni, gmelina, jabon, cendana, kayu putih, kemiri, cempaka, pinus, dan gaharu harus menggunakan Benih yang diambil dari Sumber Benih bersertifikat. Dalam hal Benih tanaman tidak dapat dipenuhi karena keterbatasan stok di lapangan, dapat menggunakan jenis yang sama selain dari Sumber Benih bersertifikat yang dibuktikan dengan surat keterangan tidak tersedia stok Benih bersertifikat dari direktur perbenihan tanaman hutan atau kepala balai perbenihan tanaman hutan; atau mengganti dengan jenis lain yang sesuai dengan zona Benih. Surat keterangan tidak tersedia stok Benih bersertifikat disusun dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pengadaan Bibit dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengadaan barang/jasa pemerintah.

 

Penanaman dilaksanakan melalui tahapan: pembuatan lubang tanaman; pemberian pupuk dasar/tambahan media tanam; distribusi Bibit ke lubang tanaman; dan penanaman Bibit. Teknis penanaman tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

 

Pemeliharaan pada kegiatan Reboisasi terdiri atas: Pemeliharaan tahun berjalan; Pemeliharaan I; dan Pemeliharaan II. Pemeliharaan tahun berjalan dapat dilaksanakan secara simultan dengan penanaman. Komponen pekerjaan Pemeliharaan tahun berjalan meliputi: penyiangan; pendangiran; pemupukan; pemberantasan hama dan penyakit; dan penyulaman dengan jumlah Bibit penyulaman paling banyak 10% (sepuluh persen) dari jumlah yang ditanam.

 

Pemeliharaan I dilaksanakan sepanjang tahun pada tahun kedua. Komponen pekerjaan Pemeliharaan I meliputi: penyiangan; pendangiran; pemupukan; pemberantasan hama dan penyakit; dan penyulaman dengan jumlah Bibit paling banyak 20% (dua puluh persen) dari jumlah yang ditanam pada saat penanaman. Sedangkan Pemeliharaan II dilaksanakan sepanjang tahun pada tahun ketiga. Komponen pekerjaan Pemeliharaan II meliputi: penyiangan; pendangiran; pemupukan; pemberantasan hama dan penyakit; dan penyulaman dengan jumlah Bibit penyulaman paling banyak 10% (sepuluh persen) dari jumlah yang ditanam pada saat penanaman.

 

Baca selengkapnya Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia atau Permen LHK Nomor 23 Tahun 2021 Tentang Pelaksanaan Rehabilitasi Hutan Dan Lahan, melalui salinan dokumen yang tersedia di bawah ini

 



Demikian informasi tentang Peraturan Menteri LHK atau Permen LHK Nomor 23 Tahun 2021 Tentang Pelaksanaan Rehabilitasi Hutan Dan Lahan. Semoga ada manfaatnya, terima kasih.



= Baca Juga =



No comments

Post a Comment

Silahkan Berikan Saran

Info Kurikulum Merdeka

Info Kurikulum Merdeka
Info Kurikulum Merdeka

Search This Blog

Social Media

Facebook  Twitter  Instagram  Google News   Telegram  

Popular Posts



































    Free site counter


































    Free site counter