Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 Tentang Pencegahan Dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (Permendikbudristek tentang PPKSP) diterbitkan untuk melaksanakan pelindungan dari kekerasan yang terjadi di lingkungan satuan pendidikan dilakukan pencegahan dan penanganan kekerasan yang mempertimbangkan hak peserta didik dalam memperoleh lingkungan satuan pendidikan yang ramah, aman, nyaman, dan menyenangkan bagi peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, dan warga satuan pendidikan lainnya
Permendikbudristek
Nomor 46 Tahun 2023 Tentang Pencegahan Dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan
Satuan Pendidikan merupakan pengganti Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 tentang
Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan
Dinyatakan dalam Peraturan
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, Dan Teknologi Republik Indonesia Permendikbud ristek Nomor 46 Tahun 2023
Tentang Pencegahan Dan Penanganan Kekerasan Di Lingkungan Satuan Pendidikan bahwa
Upaya Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di lingkungan satuan pendidikan
dimaksudkan untuk:
a.
melindungi Peserta Didik, Pendidik, Tenaga Kependidikan, dan Warga Satuan Pendidikan
Lainnya dari Kekerasan yang terjadi di lingkungan satuan pendidikan;
b.
mencegah Peserta Didik, Pendidik, Tenaga Kependidikan, dan Warga Satuan Pendidikan
Lainnya, melakukan Kekerasan di lingkungan satuan pendidikan;
c.
melindungi dan mencegah setiap orang dari Kekerasan yang terjadi di lingkungan
satuan pendidikan;
d.
mengatur mekanisme Pencegahan, Penanganan, dan sanksi terhadap tindakan Kekerasan
di lingkungan satuan pendidikan; dan
e.
membangun lingkungan satuan pendidikan yang ramah, aman, inklusif, setara, dan bebas
dari tindakan diskriminasi dan intoleransi.
Upaya Pencegahan dan Penanganan
Kekerasan di lingkungan satuan pendidikan bertujuan agar:
a.
Peserta Didik, Pendidik, Tenaga Kependidikan, dan Warga Satuan Pendidikan Lainnya
mampu mencegah terjadinya Kekerasan di lingkungan satuan pendidikan;
b.
Peserta Didik, Pendidik, Tenaga Kependidikan, dan Warga Satuan Pendidikan
Lainnya mampu untuk melaporkan Kekerasan yang dialami dan/atau diketahuinya;
c.
Peserta Didik, Pendidik, Tenaga Kependidikan, dan Warga Satuan Pendidikan Lainnya
mampu mencari dan mendapatkan bantuan ketika mengalami Kekerasan;
d.
Peserta Didik, Pendidik, Tenaga Kependidikan, dan Warga Satuan Pendidikan Lainnya
yang mengalami Kekerasan bisa segera mendapatkan penanganan dan bantuan yang
menyeluruh;
e.
satuan pendidikan, pemerintah daerah, dan Kementerian mampu merespons dan menangani
Kekerasan yang terjadi di satuan pendidikan sesuai dengan tugas dan kewenangannya;
dan
f.
satuan pendidikan, pemerintah daerah sesuai dengan kewenangan, dan Kementerian mampu
mencegah terjadinya Kekerasan di lingkungan satuan pendidikan.
Bagaimana Prinsip Pencegahan
dan Penanganan Kekerasan di lingkungan satuan pendidikan ? Dinyatakan dalam Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023
Tentang Pencegahan Dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan
(Permendikbudristek tentang PPKSP), bahwa Upaya Pencegahan dan Penanganan Kekerasan
di lingkungan satuan pendidikan dilaksanakan dengan prinsip: a) nondiskriminasi;
b) kepentingan terbaik bagi anak; c) partisipasi anak; d) keadilan dan
kesetaraan gender; e) kesetaraan hak dan aksesibilitas bagi penyandang
disabilitas; f) akuntabilitas; g) kehati-hatian; dan h) keberlanjutan
pendidikan.
Adapaun sasaran dalam upaya Pencegahan
dan Penanganan Kekerasan di lingkungan satuan pendidikan baik pada satuan
pendidikan anak usia dini; satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar; satuan
pendidikan pada jenjang pendidikan menengah, pada jalur pendidikan formal dan
nonformal adaah: a) Peserta Didik; b) Pendidik; c) Tenaga Kependidikan; d) orang
tua/wali; e) Komite Sekolah; dan f) Masyarakat.
Ditegaskan dalam Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023
Tentang Pencegahan Dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan
(Permendikbudristek tentang PPKSP) bahwa kekerasan di lingkungan satuan
pendidikan mencakup: a) Kekerasan yang dilakukan oleh Peserta Didik, Pendidik,
Tenaga Kependidikan, anggota Komite Sekolah, dan Warga Satuan Pendidikan Lainnya
atau terhadap Peserta Didik, Pendidik, Tenaga Kependidikan, anggota Komite
Sekolah, dan Warga Satuan Pendidikan Lainnya di dalam lokasi satuan pendidikan;
b) Kekerasan dalam kegiatan satuan pendidikan yang dilakukan oleh Peserta Didik,
Pendidik, Tenaga Kependidikan, anggota Komite Sekolah, dan Warga Satuan Pendidikan
Lainnya di luar lokasi satuan pendidikan atau terhadap Peserta Didik, Pendidik,
Tenaga Kependidikan, anggota Komite Sekolah, dan Warga Satuan Pendidikan
Lainnya di luar lokasi satuan pendidikan; dan c) Kekerasan yang melibatkan lebih
dari 1 (satu) satuan pendidikan.
Bentuk Kekerasan terdiri
atas: Kekerasan fisik; Kekerasan psikis; perundungan; Kekerasan seksual; diskriminasi
dan intoleransi; kebijakan yang mengandung Kekerasan; dan bentuk Kekerasan
lainnya. Bentuk Kekerasan sebagaimana dimaksud dapat dilakukan secara fisik, verbal,
non verbal, dan/atau melalui media teknologi informasi dan komunikasi.
Kekerasan fisik dilakukan
oleh pelaku kepada Korban dengan kontak fisik oleh pelaku kepada Korban dengan
atau tanpa menggunakan alat bantu. Kekerasan fisik dapat berupa: a) tawuran
atau perkelahian massal; b) penganiayaan; c) perkelahian; d) eksploitasi ekonomi
melalui kerja paksa untuk memberikan keuntungan ekonomi bagi pelaku; e) pembunuhan;
dan/atau f) perbuatan lain yang dinyatakan sebagai Kekerasan fisik dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Kekerasan psikis adalah
setiap perbuatan nonfisik yang dilakukan bertujuan untuk merendahkan, menghina,
menakuti, atau membuat perasaan tidak nyaman. Kekerasan psikis dapat berupa: pengucilan;
penolakan; pengabaian; penghinaan; penyebaran rumor; panggilan yang mengejek; intimidasi;
teror; perbuatan mempermalukan di depan umum; pemerasan; dan/atau perbuatan
lain yang sejenis.
Perundungan merupakan
Kekerasan fisik dan/atau kekerasan psikis yang dilakukan secara berulang karena
ketimpangan relasi kuasa.
Dinyatakan dalam Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023
Tentang PPKSP (Pencegahan Dan
Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan) bahwa Kekerasan seksual merupakan
setiap perbuatan merendahkan, menghina, melecehkan, dan/atau menyerang tubuh, dan/atau
fungsi reproduksi seseorang, karena ketimpangan relasi kuasa dan/atau gender, yang
berakibat atau dapat berakibat penderitaan psikis dan/atau fisik termasuk yang
mengganggu kesehatan reproduksi seseorang dan hilang kesempatan melaksanakan pendidikan
dan/atau pekerjaan dengan aman dan optimal. Kekerasan seksual berupa: a) penyampaian
ujaran yang mendiskriminasi atau melecehkan tampilan fisik, kondisi tubuh,
dan/atau identitas gender Korban; b) perbuatan memperlihatkan alat kelamin dengan
sengaja; c) penyampaian ucapan yang memuat rayuan, lelucon, dan/atau siulan
yang bernuansa seksual pada Korban; d) perbuatan menatap Korban dengan nuansa
seksual dan/atau membuat Korban merasa tidak nyaman; e) pengiriman pesan, lelucon,
gambar, foto, audio, dan/atau video bernuansa seksual kepada Korban; f) perbuatan
mengambil, merekam, dan/atau mengedarkan foto dan/atau rekaman audio dan/atau
visual Korban yang bernuansa seksual; g) perbuatan mengunggah foto tubuh dan/atau
informasi pribadi Korban yang bernuansa seksual; h) penyebaran informasi terkait
tubuh dan/atau pribadi Korban yang bernuansa seksual; i) perbuatan mengintip
atau dengan sengaja melihat Korban yang sedang melakukan kegiatan secara
pribadi dan/atau pada ruang yang bersifat pribadi; j) perbuatan membujuk, menjanjikan,
atau menawarkan sesuatu Korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual;
k) pemberian hukuman atau sanksi yang bernuansa seksual; l) perbuatan menyentuh,
mengusap, meraba, memegang, memeluk, mencium, dan/atau menggosokkan bagian tubuhnya
pada tubuh Korban; m) perbuatan membuka pakaian Korban; n) pemaksaan terhadap Korban
untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual; o) praktik budaya komunitas
Peserta Didik, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan yang bernuansa Kekerasan
Seksual; p) percobaan perkosaan walaupun penetrasi tidak terjadi; q) perkosaan
termasuk penetrasi dengan benda atau bagian tubuh selain alat kelamin; r) pemaksaan
atau perbuatan memperdayai Korban untuk melakukan aborsi; s) pemaksaan atau
perbuatan memperdayai Korban untuk hamil; t) pembiaran terjadinya Kekerasan
seksual dengan sengaja; u) pemaksaan sterilisasi; v) penyiksaan seksual; w) eksploitasi
seksual; x) perbudakan seksual; y) tindak pidana perdagangan orang yang
ditujukan untuk eksploitasi seksual; dan/atau z) perbuatan lain yang dinyatakan
sebagai Kekerasan seksual dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam hal Korban merupakan
Peserta Didik berusia anak atau penyandang disabilitas, kekerasan seksual
dilakukan dengan persetujuan atau tanpa persetujuan Korban. Dalam hal Korban sebagai
Pendidik, Tenaga Kependidikan, atau orang dewasa lainnya, perbuatan sebagaimana
dimaksud huruf b, huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, huruf j, huruf l, dan
huruf m merupakan Kekerasan seksual jika dilakukan tanpa persetujuan Korban. Tanpa
persetujuan Korban, tidak berlaku bagi Korban sebagai Pendidik, Tenaga
Kependidikan, atau orang dewasa lainnya yang dalam kondisi:
a.
mengalami situasi dimana pelaku mengancam, memaksa, dan/atau menyalahgunakan
kedudukannya;
b.
mengalami kondisi di bawah pengaruh obat-obatan, alkohol, dan/atau narkoba;
c.
mengalami sakit, tidak sadar, tidak berdaya, atau tertidur;
d.
memiliki kondisi fisik dan/atau psikologis yang rentan;
e.
mengalami kelumpuhan atau hambatan motorik sementara (tonic immobility);
dan/atau
f.
mengalami kondisi terguncang.
Menurut Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 Tentang PPKSP (Pencegahan Dan Penanganan Kekerasan
di Lingkungan Satuan Pendidikan), diskriminasi dan intoleransi merupakan setiap
perbuatan Kekerasan dalam bentuk pembedaan, pengecualian, pembatasan, atau pemilihan
berdasarkan suku/etnis, agama, kepercayaan, ras, warna kulit, usia, status
sosial ekonomi, kebangsaaan, jenis kelamin, dan/atau kemampuan intelektual,
mental, sensorik, serta fisik. Bentuk tindakan diskriminasi dan intoleransi)
dapat berupa:
a. larangan untuk:
1.
menggunakan seragam/pakaian kerja bagi Peserta Didik, Pendidik, dan Tenaga
Kependidikan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan
mengenai pengaturan seragam sekolah maupun seragam Pendidik dan Tenaga
Kependidikan;
2.
mengikuti mata pelajaran agama/kepercayaan yang diajar oleh Pendidik sesuai dengan
agama/kepercayaan Peserta Didik yang diakui oleh Pemerintah; dan/atau
3.
mengamalkan ajaran agama atau kepercayaan yang sesuai keyakinan agama atau
kepercayaan yang dianut oleh Peserta Didik, Pendidik, atau Tenaga Kependidikan;
b. pemaksaan untuk:
1.
menggunakan seragam/pakaian kerja bagi Peserta Didik, Pendidik, dan Tenaga
Kependidikan yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
mengenai pengaturan seragam sekolah;
2.
mengikuti mata pelajaran agama/kepercayaan yang diajar oleh Pendidik yang tidak
sesuai dengan agama/kepercayaan Peserta Didik yang diakui oleh Pemerintah;
dan/atau
3.
mengamalkan ajaran agama atau kepercayaan yang tidak sesuai keyakinan agama atau
kepercayaan yang dianut oleh Peserta Didik, Pendidik, atau Tenaga Kependidikan;
c.
mengistimewakan calon pemimpin/pengurus organisasi berdasarkan latar belakang
identitas tertentu di satuan pendidikan;
d.
larangan atau pemaksaan kepada Peserta Didik, Pendidik, atau Tenaga
Kependidikan untuk:
1.
mengikuti atau tidak mengikuti perayaan hari besar keagamaan yang dilaksanakan di
satuan pendidikan yang berbeda dengan agama dan kepercayaan kepada Tuhan Yang
Maha Esa sesuai dengan yang diyakininya; dan
2.
memberikan donasi/bantuan dengan alasan latar belakang suku/etnis, agama,
kepercayaan, ras, warna kulit, usia, status sosial ekonomi, kebangsaaan, jenis kelamin,
dan/atau kemampuan intelektual, mental, sensorik, serta fisik;
e.
perbuatan mengurangi, menghalangi, atau tidak memberikan hak atau kebutuhan
Peserta Didik, untuk:
1.
mengikuti proses penerimaan Peserta Didik;
2.
menggunakan sarana dan prasarana belajar dan/atau akomodasi yang layak;
3.
menerima bantuan pendidikan atau beasiswa yang menjadi hak Peserta Didik;
4.
memiliki kesempatan dalam mengikuti kompetisi;
5.
memiliki kesempatan untuk mengikuti pelatihan atau melanjutkan pendidikan pada
jenjang berikutnya;
6.
memperoleh hasil penilaian pembelajaran;
7.
naik kelas;
8.
lulus dari satuan pendidikan;
9.
mengikuti bimbingan dan konsultasi;
10.
memperoleh dokumen pendidikan yang menjadi hak Peserta Didik;
11.
memperoleh bentuk layanan pendidikan lainnya yang menjadi hak Peserta Didik;
12.
menunjukkan/menampilkan ekspresi terhadap seni dan budaya yang diminati;
dan/atau
13.
mengembangkan bakat dan minat Peserta Didik sesuai dengan sumber daya atau
kemampuan yang dimiliki oleh satuan pendidikan;
f.
perbuatan mengurangi, menghalangi, atau membedakan hak dan/atau kewajiban Pendidik
atau Tenaga Kependidikan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/atau
g.
perbuatan diskriminasi dan intoleransi lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pemaksaan atas perbuatan termasuk
perbuatan meminta atau mengimbau karena ada ketimpangan relasi kuasa,
superioritas, atau senioritas. Adapun Kebijakan yang mengandung Kekerasan
merupakan kebijakan yang berpotensi atau menimbulkan terjadinya Kekerasan yang dilakukan
oleh Pendidik, Tenaga Kependidikan, anggota Komite Sekolah, kepala satuan
pendidikan, dan/atau kepala Dinas Pendidikan. Kebijakan yang mengandung Kekerasan
meliputi kebijakan tertulis maupun tidak tertulis. Kebijakan tertulis meliputi surat
keputusan, surat edaran, nota dinas, pedoman, dan/atau bentuk kebijakan
tertulis lainnya. Kebijakan tidak tertulis dapat berupa himbauan, instruksi,
dan/atau bentuk tindakan lainnya.
Selengkapnya silahkan
download dan baca Permendikbudristek
Nomor 46 Tahun 2023 Tentang Pencegahan Dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan
Satuan Pendidikan. LINK DOWNLOAD DISINI
Demikian informasi tentang Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023
Tentang Pencegahan Dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan.
Semoga ada manfaatnya.
No comments
Post a Comment